KONSEP PENDIDIKAN KI HADJAR DEWANTARA

 

KONSEP PENDIDIKAN KI HAJAR DEWANTARA

Pada dasarnya sejarah adalah hubungan antarbiografi yang melewati atau menembus batas waktu. Sebagai figur dari keluarga bangsawan Pakualaman, Suwardi Surjaningrat atau yang lebih dikenal sebagai Ki Hajar Dewantara ini memiliki kepribadian yang sangat sederhana dan sangat dekat dengan kawula (rakyat). Jiwanya menyatu lewat pendidikan dan budaya lokal (Jawa) guna menggapai kesetaraan sosial-politik dalam masyarakat kolonial. 

Sumber : https://id.pinterest.com/pin/316940892521693594/

Pendidikan merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan dalam kehidupan dan kemajuan umat manusia. Kesadaran dan kemampuan seseorang untuk mampu melangsungkan kehidupannya dan bertahan hidup diperoleh melalui proses pendidikan, mulai dari pengetahuan, keterampilan, kepandaian hingga kearifan (Wiryopranoto, dkk, 2017).

Bangsa ini perlu mewarisi buah pemikiran dari Ki Hadjar Dewantara. Dalam pandangannya, pendidikan bertujuan untuk memajukan bangsa secara keseluruhan tanpa melihat perbedaan agama, ras, etnis, suku, bahasa, adat, kebiasaan, status ekonomi, status sosial serta di dasarkan pada nilai-nilai kemerdekaan yang asasi.

Dasar-dasar pendidikan barat dirasakan Ki Hadjar Dewantara tidak tepat dan tidak sesuai untuk mendidik generasi muda Indonesia karena pendidikan barat bersifat regering, tucht, order (perintah, hukuman dan ketertiban). Karakter pendidikan semacam ini dalam praktiknya merupakan suatu bentuk perkosaan atas kehidupan batin anak-anak. Akibatnya, budi pekerti anak-anak menjadi rusak karena selalu hidup dibawah tekanan. Menurut Ki Hadjar, cara mendidik semacam itu tidak akan mampu untuk membentuk seseorang hingga memiliki “kepribadian”. Menurut Ki Hadjar, pendidikan yang mengena kepada bangsa timur adalah pendidikan yang humanis, kerakyatan, dan kebangsaan.

Menurut Ki Hadjar Dewantara pendidikan adalah daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intelek) dan tubuh anak, dalam rangka kesempurnaan hidup dan keselarasan dengan dunianya (Dewantara, 1962).  Dalam artian, supaya kita dapat hidup, yakni kehidupan dan penghidupan anak-anak, selaras dengan alam dan masyarakatnya (Kumalasari, 2010).

Maka ia menerapkan tiga semoboyan pendidikan yang menunjukkan kekhasan Indonesia, yakni : Pertama, Ing Ngarsa Sung Tuladha, artinya seorang guru adalah pendidik yang harus memberi teladan. Ia pantas digugu dan ditiru dalam perkataan dan perbuatannya. Kedua, Ing Madya Mangun Karsa, artinya seorang guru adalah pendidik yang selalu berada di tengah-tengah para muridnya dan terus-menerus membangun semangat dan ide-ide mereka untuk berkarya. Ketiga, Tut Wuri Handayani, artinya seorang guru adalah pendidik yang terus-menerus menuntun, menopang dan menunjuk arah yang benar bagi hidup dan karya anak-anak didiknya (Haidar, 2015).

Senada dengan semboyan pendidikan di atas adalah metode pendidikan yang dikembangkan, yang sepadan dengan makna “paedagogik”, yakni Momong, Among dan Ngemong, yang berarti bahwa pendidikan itu bersifat mengasuh. Mendidik adalah mengasuh anak dalam dunia nilai-nilai. Praksis pendidikan dalam perspektif ini memang mementingkan ketertiban, tapi pelaksanaannya bertolak dari upaya membangun kesadara, bukan berdasarkan paksaan yang bersifat hukuman. Praksis pendidikan berdasarkan metode Ki Hadjar Dewantara menempatkan guru sebagai pengasuh yang matang dalam penghayatan dan pelaksanaan nilai-nilai kultural yang khas Indonesia. Maka pendidikan pada dasarnya adalah proses mengasuh anak-anak untuk bertumbuh dan berkembang dalam potensi-potensi diri (kognisi, afeksi, psikomotorik, konatif, kehidupan sosial dan spiritual). Dalam rangka itu, guru tidak menggunakan metode paksaan, tapi memberi pemahaman sehingga anak mengerti dan memahami yang terbaik bagi dirinya dan lingkungan sosialnya. Guru boleh terlibat langsung dalam kehidupan anak tatkala anak itu dipandang berada pada jalan yang salah. Tapi pada prinsipnya tidak bersifat paksaan. Keterlibatan pada kehidupan anak tetap dalam konteks penyadaran dan asas kepercayaan bahwa anak itu pribadi yang tetap harus dihormati hak-haknya untuk dapat bertumbuh menurut kodratnya (Dewantara, 1962). 

 

DAFTAR PUSTAKA

Dewantara, Ki Hadjar. 1962. Karja I (Pendidikan). Yogyakarta : Pertjetakan Taman Siswa.

Haidar, Musyafa. 2015. Sang Guru. Yogyakarta : M. Kahfi.

Kumalasari, Dyah. 2010. Konsep Pemikiran Ki Hadjar Dewantara dalam Pendidikan Taman Siswa. Jurnal Istoria. 8 (1).

Wiryopranoto, Suharsono, dkk. 2017. Ki Hadjar Dewantara “Pemikiran dan Perjuangannya”. Museum Kebangkitan Nasional Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.

 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi Buku Teknologi Pendidikan

KASUS PERMASALAHAN ANAK DI MEDIA MASSA